This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 30 Oktober 2013

Presiden Penghafal 30 Juz Alquran

Mohammad Mursi , Presiden Penghafal 30 Juz Alquran


Revolusi Mesir awal tahun lalu telah mengantar seorang anak petani menjadi presiden. Ia memang belum lama terpilih sebagai presiden.

Namun, banyak pelajaran berharga sudah bertaburan darinya. Pidato yang ia sampaikan sarat dengan petuah yang patut diteladani oleh pengelola republik ini.

Mursi mengajarkan bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap. Ia menempatkan diri bukan sebagai penguasa, melainkan pelayan. Ia menempatkan toleransi di atas segala-galanya. Ia mengubur dalam-dalam perbedaan.

Mursi tak hanya dikenal sebagai akademisi yang merampungkan program doktoralnya di University of Southern California. Ia juga sosok sederhana yang religius. Ia menjadi presiden pertama yang hafal Alquran 30 juz. Tak hanya dirinya, istri dan lima anaknya juga hafal 30 juz Alquran.

Mursi tercatat sebagai Presiden Mesir pertama yang hafal Alquran. Pria bernama lengkap Mohammed Mursi Issa Ayyat menjadi Presiden ke-5 Mesir yang menjabat sejak 30 Juni 2012.

Mursi menjadi Anggota Parlemen di Majelis Rakyat Mesir selama periode 2000-2005 dan seorang tokoh terkemuka di Ikhwanul Muslimin.

Sejak 30 April 2011, dia menjabat Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sebuah partai politik yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin setelah Revolusi Mesir 2011. Ia maju sebagai calon presiden dari FJP pada pemilu presiden Mei-Juni 2012.

Pada 24 Juni 2012, Komisi Pemilihan Umum Mesir mengumumkan bahwa Mursi memenangkan Pemilu Presiden dengan mengalahkan Ahmed Shafik, Perdana Menteri terakhir di bawah kekuasaan Hosni Mubarak.

Komisi Pemilihan menyatakan uorsi memperoleh 51,7 persen suara, sedang Shafiq mendapatkan 48,3 persen. Pria yang pernah merasakan dibalik jeruji ketika pemerintahan Anwar Saddat dan Hosni Mubarak ini dikaruniai 5 orang anak dan 3 orang cucu.

Rabu (3/7) malam, Militer Mesir menahan Presiden Mesir yang terpilih secara demokratis itu.

Tafakur Alam

Tafakur Alam




Itiqaf

Itiqaf

Pada saat Bulan Ramadhan acara Itiqaf ini sering di laksanakan di Masjid untuk Sejenak Merenungi Kesalahan kita agar dapat di ampuni, akan tetapi tidak jarang juga itiqah pada bulan-bulan selanjutnya supaya mendapat Hidah dan Inayah dari Allah SWT , Amiiiin 


Secara Bahasa (Lughah):
-          الملازم – mengikuti, mengiringi, membiasakan, menetapi (Lihat Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 1/244. Mawqi’ Ruh Al Islam)
يقال عكف على الشيء : إذا لازمه
                Dikatakan, ‘akafa ‘ala Asy Syai’  (Dia menetap di atas sesuatu), artinya dia selalu bersamanya. (Ibid)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
الاعتكاف لزوم الشئ وحبس النفس عليه، خيرا كان أم شرا
I’tikaf adalah menetapi sesuatu dan menutup  diri, dalam hal baik atau buruk . (Fiqhus Sunnah, 1/475)
Secara Istilah (Syara’) :
 والاعتكاف في الشرع : ملازمة طاعة مخصوصة على شرط مخصوص
Secara syara’: menetap dalam rangka taat secara khusus dengan syarat khusus pula. (Fathl Qadir, 1/245)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
والمقصود به هنا لزوم المسجد والاقامة فيه بنية التقرب إلى الله عزوجل.
Yang dimaksud I’tikaf di sini adalah menetapi masjid dan menegakkan shalat di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (Fiqhus Sunnah, 1/475)
Dasar Hukum
-          Al Quran
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Janganlah kalian    mencampuri  mereka (Istri), sedang kalian sedang   I’tikaf di masjid. (QS. Al Baqarah : 187)
-          As Sunnah
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694, Ahmad No. 8662, Ibnu Hibban No. 2228,  Al Baghawi No. 839, Abu Ya’la No. 5843,  Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan, 2/53)
-          Ijma’
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menceritakan adanya ijma’ tentang  syariat I’tikaf:
وقد أجمع العلماء على أنه مشروع، فقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام، فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما.
Ulama telah ijma’ bahwa I’tikaf adalah disyariatkan, Nabi  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf setiap Ramadhan 10 hari, dan 20 hari ketika tahun beliau wafat. (Fiqhus Sunnah, 1/475)
Hukumnya
Hukumnya adalah sunnah alias tidak wajib, kecuali I’tikaf karena nazar.
Imam Asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:
وقد وقع الإجماع على أنه ليس بواجب ، وعلى أنه لا يكون إلا في مسجد
Telah terjadi ijma’ bahwa I’tikaf bukan kewajiban, dan bahwa dia tidak bisa dilaksanakan kecuali di masjid. (Fathul Qadir, 1/245)
Namun jika ada seorang yang bernazar untuk beri’tikaf, maka wajib baginya beri’tikaf.
Khadimus Sunnah Asy Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan:
الاعتكاف ينقسم إلى مسنون وإلى واجب، فالمسنون ما تطوع به المسلم تقربا إلى الله، وطلبا لثوابه، واقتداء بالرسول صلوات الله وسلامه عليه، ويتأكد ذلك في العشر الاواخر من رمضان لما تقدم، والاعتكاف الواجب ما أوجبه المرء على نفسه، إما بالنذر المطلق، مثل أن يقول: لله علي أن أعتكف كذا، أو بالنذر المعلق كقوله: إن شفا الله مريضي لاعتكفن كذا.
وفي صحيح البخاري أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” من نذر أن يطيع الله فليطعه “
I’tikaf terbagi menjadi dua bagian; sunah dan wajib. I’tikaf sunah adalah I’tikaf yang dilakukan secara suka rela oleh seorang muslim dalam rangka taqarrub ilallahi (mendekatkan diri kepada Allah), dalam rangka mencari pahalaNya dan mengikuti sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal itu ditekankan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana penjelasan sebelumnya.
I’tikaf wajib adalah apa-apa yang diwajibkan seseorang atas dirinya sendiri, baik karena nazar secara mutlak, seperti perkataan: wajib atasku untuk beri’tikaf sekian  karena Allah. Atau karena nazar yang mu’alaq (terkait dengan sesuatu), seperti perkataan: jika Allah menyembuhkan penyakitku saya akan I’tikaf sekian ..
Dalam shahih Bukhari disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang bernazar untuk mentaati Allah maka taatilah (tunaikanlah).” (Fiqhus Sunnah, 1/475)
I’tikaf Kaum Wanita
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Syaikh Al Albani Rahimahullah mengomentari hadits ini:
وفيه دليل على جواز اعتكاف النساء أيضا ولا شك أن ذلك مقيد بإذن أوليائهن بذلك وأمن الفتنة والخلوة مع الرجال للأدلة الكثيرة في ذلك والقاعدة الفقهية : درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya I’tikaf bagi wanita juga, dan tidak ragu bahwa kebolehan itu terikat dengan izin para walinya, atau aman dari fitnah, dan aman dari berduaan dengan laki-laki lantaran banyak dalil yang menunjukkan hal itu, juga kaidah fiqih: menolak kerusakan lebih diutamakan dibanding mengambil maslahat. (Qiyamur Ramadhan, Hal. 35. Cet. 2. Maktabah Islamiyah, ‘Amman. Jordan)
Selain itu, hendaknya wanita I’tikaf di masjid yang memungkinkan dan kondusif bagi mereka.
 Berkata Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah:
وإذا اعتكفت المرأة في المسجد، استحب لها أن تستتر بشيء؛ لأن أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم لما أردن الاعتكاف أمرن بأبنيتهن، فضربن في المسجد، ولأن المسجد يحضره الرجال، وخير لهم وللنساء ألا يرونهن ولا يرينهم.
“Jika wanita I’tikaf di masjid, dianjurkan dia membuat penutup dengan sesuatu, karena para isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika hendak i’tikaf, Beliau memerintahkan mereka untuk menjaga diri, lalu mereka mendirikan kemah di masjid, karena masjid dihadiri kaum laki-laki, dan itu lebih baik bagi mereka (kaum laki-laki) dan bagi wanita, sehingga kaum laki-laki   tidak melihat mereka dan sebaliknya.” (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/125)

Hafalan Al-Qur'an

Hafalan Al-Qur'an

Didalam Shalat kita Sehari-hari pasti Sudah Hafal Surah-surah Al-Qur'an walaupun bukan surah yang panjang dan kita belum tahu betul maknanya,dan kita sebagai umat Islam Yang Sejati harus Hafal akan Qalamullah setelah itu kita terapkan dalam kehidupan Sehari-hari !!!


Banyak hadits Rasulullah saw yang mendorong untuk menghafal Al Qur'an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah swt. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Qur'an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh." (HR. Tirmidzi)

Berikut adalah Fadhail Hifzhul Qur'an (Keutamaan menghafal Qur'an) yang dijelaskan Allah dan Rasul-Nya, agar kita lebih terangsang dan bergairah dalam berinteraksi dengan Al Qur'an khususnya menghafal.

Fadhail Dunia

1. Hifzhul Qur'an merupakan nikmat rabbani yang datang dari Allah

Bahkan Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahlul Qur'an,
"Tidak boleh seseorang berkeinginan kecuali dalam dua perkara, menginginkan seseorang yang diajarkan oleh Allah kepadanya Al Qur'an kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, sehingga tetangganya mendengar bacaannya, kemudian ia berkata, 'Andaikan aku diberi sebagaimana si fulan diberi, sehingga aku dapat berbuat sebagaimana si fulan berbuat'" (HR. Bukhari)

Bahkan nikmat mampu menghafal Al Qur'an sama dengan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu,
"Barangsiapa yang membaca (hafal) Al Qur'an, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya." (HR. Hakim)

2. Al Qur'an menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya

"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Seorang hafizh Al Qur'an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi (penghargaan khusus dari Nabi SAW)

Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi SAW kepada para sahabat penghafal Al Qur'an adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Qur'an. Rasul mendahulukan pemakamannya.

"Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, "Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Qur'an, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat." (HR. Bukhari)

Pada kesempatan lain, Nabi SAW memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai pemimpin delegasi.

Dari Abu Hurairah ia berkata, "Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, "Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab,"Aku hafal surat ini.. surat ini.. dan surat Al Baqarah." Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?" Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, "Benar." Nabi bersabda, "Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi." (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa'i)

Kepada hafizh Al Qur'an, Rasul SAW menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama'ah. Rasulullah SAW bersabda,
"Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya." (HR. Muslim)

4. Hifzhul Qur'an merupakan ciri orang yang diberi ilmu

"Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim." (QS Al-Ankabuut 29:49)

5. Hafizh Qur'an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi

"Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Para ahli Al Qur'an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR. Ahmad)

6. Menghormati seorang hafizh Al Qur'an berarti mengagungkan Allah

"Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al Qur'an yang tidak melampaui batas (di dalam mengamalkan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan mengamalkannya) dan Penguasa yang adil." (HR. Abu Daud)


Fadhail Akhirat

1. Al Qur'an akan menjadi penolong (syafa'at) bagi penghafal

Dari Abi Umamah ra. ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Bacalah olehmu Al Qur'an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa'at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya)."" (HR. Muslim)

2. Hifzhul Qur'an akan meninggikan derajat manusia di surga

Dari Abdillah bin Amr bin 'Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Akan dikatakan kepada shahib Al Qur'an, "Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur'an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca." (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Para ulama menjelaskan arti shahib Al Qur'an adalah orang yang hafal semuanya atau sebagiannya, selalu membaca dan mentadabur serta mengamalkan isinya dan berakhlak sesuai dengan tuntunannya.

3. Para penghafal Al Qur'an bersama para malaikat yang mulia dan taat

"Dan perumpamaan orang yang membaca Al Qur'an sedangkan ia hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat." (Muttafaqun ?alaih)

4. Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota kemuliaan)

Mereka akan dipanggil, "Di mana orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku?" Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya. (HR. At-Tabrani)

5. Kedua orang tua penghafal Al Qur'an mendapat kemuliaan

Siapa yang membaca Al Qur'an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, "Mengapa kami dipakaikan jubah ini?" Dijawab,"Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur'an." (HR. Al-Hakim)

6. Penghafal Al Qur'an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala dari Al Qur'an

Untuk sampai tingkat hafal terus menerus tanpa ada yang lupa, seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai menghafal. Dan begitulah sepanjang hayatnya sampai bertemu dengan Allah. Sedangkan pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya.

"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur'an maka baginya satu hasanah, dan hasanah itu akan dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (HR. At-Turmudzi)

7. Penghafal Al Qur'an adalah orang yang akan mendapatkan untung dalam perdagangannya dan tidak akan merugi

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS Faathir 35:29-30)

Wanita Penghuni Neraka

Wanita Penghuni Neraka


Di antara fitnah yang diberitakan oleh Nabi SAW disebutkan dalam hadits shahih, bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Ada dua golongan manusia (penghuni neraka) dari kalangan ummatku yang sekarang belum kulihat keberadaannya, yaitu segolongan orang yang membawa cambuk seperti ekor sapi untuk memukuli orang lain dan segolongan wanita yang berpakaian tetapi telanjang dengan langkah yang berlenggak-lenggok memikat lawan jenisnya; (rambut) kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak bakal mencium bau surga." (HR. Muslim dan Ahmad).


Adapun mengenai kaum wanita yang dimaksud, maka sesungguhnya pada masa sekarang saya telah melihatnya. Mereka berpenampilan memikat hati dan menawan jiwa. Cara jalan mereka diatur sedemikian rupa lenggang-lenggoknya untuk menarik lawan jenisnya dan ternyata pengaruhnya demikian hebat. Kini, pemudi Islam keluar dari rumah orangtuanya dengan merias dirinya dan mengenakan wewangian yang seronok, menanggalkan ajaran laa ilaaha illallaah ke belakang punggungnya seakan-akan memamerkan kepada para penjahat, "Lihatlah! Ini aku!" Selanjutnya, ia pulang dan apa yang dibawanya? Tentu saja ia kembali dengan membawa laknat Allah. Semoga Allah menghindarkan kita dari fitnah ini. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Wanita yang mengenakan farfumnya, kemudian berlalu di hadapan kaum lelaki agar mereka dapat mencium bau harumnya, maka ia sama saja dengan wanita tuna susila." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa'i).


Demikian itu karena mata jalang mereka pasti akan memandangnya. Oleh karena itu, wahai kaum wanita, hindarilah fitnah ini! Hindarilah fitnah ini! Rasulullah SAW telah bersabda, "Aku tidak meninggalkan pada ummatku suatu fitnah pun yang lebih membahayakan kaum lelaki, selain wanita." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).

Qultum

Qultum !!

Untuk Mengaplikasikan Ilmu yang telah di Dapat maka selanjutnya Kita Akan Belajar berbicara di depan orang banyak dan Menasihati dalam Kebaikan agar Kita menjadi orang yang Bermanfaat bagi orang lain khususnya Diri sendiri, dan materi qultum ini bisa dari guru kita atau Referensi Sendiri ..

Suatu ketika, Hasan Al Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Dia berkata, "Temuilah Tsabit Al Bunani dan pergilah kalian bersamanya." Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang ternyata sedang iktikaf di masjid. Dan, Tsabit minta maaf karena tidak bisa pergi bersama mereka. Mereka pun kembali lagi kepada Hasan dan memberitahukan perihal Tsabit.
 Hasan berkata, "Katakanlah kepadanya, 'Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu bahwa langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama muslim itu lebih baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?'" Kemudian, mereka kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan Al Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan iktikafnya dan pergi bersama mereka untuk membantu orang yang membutuhkan...

Tilawah

Tilawah Al-Qur'an
Dalam Kehidupan Sehari-hari Apakah Kita Sudah Membaca Al-quran dengan Benar ?
Kita Semua sudah tahu bahwa Surah dan ayat yang pertama adalah maka dari itu Bacalah Al-Quran dengan benar dan sesuai makharijul-huruf Maka dari itu perlu Guru untuk membimbing kita


Penjelasan dari masing-masing makhorijul huruf tersebut adalah sebagai berikut :


a. Al-Jauf (الجوف), artinya rongga mulut dan rongga tenggorokan.
Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada rongga mulut dan rongga tenggorokan. Bunyi huruf yang keluar dari rongga mulut dan rongga tenggorokan ada tiga macam, yaitu ; alif ( ا ), wawu mati ( وْ ) dan ya’ mati ( يْ ) dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Alif dan sebelumnya ada huruf yang difathah Contoh : مَالَا غَوَى
2) Wawu mati dan sebelumnya ada huruf yang didhommah Contoh :قُوْلُوْا

3) Ya’ mati dan sebelumnya ada huruf yang dikasrah Contoh :
حَامِدِيْنَ
b. Al-Halqu (الحلق), artinya tenggorokan / kerongkongan
Yaitu tempat keluar bunyi huruf hijaiyah yang terletak pada kerongkongan / tenggorokan. Dan berdasarkan perbedaan teknis pelafalannya, huruf-huruf halqiyah (huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan) dibagi menjadi tiga bagian yaitu ;
1) Aqshal halqiy (pangkal tenggorokan), yaitu huruf hamzah ( ء )dan ha’ ( ه )
2) Wasthul halqiy (pertengahan tenggorokan), yaitu huruf ha’ ( ح ) dan ’ain ( ع )
3) Adnal halqiy (ujung tenggorokan), yaitu huruf ghoin ( غ ) dan kho’ ( خ )
c. Al-Lisan (اللسان), artinya lidah
Bunyi huruf hijaiyah dengan tempat keluarnya dari lidah ada 18 huruf, yaitu : Berdasarkan delapan belas huruf itu dapat dikelompokkan menjadi 10 makhraj, yaitu sebagai berikut :
1) Pangkal lidah dan langit-langit mulut bagian belakang, yaitu huruf Qof (ق). Maksudnya bunyi huruf qof ini keluar dari pangkal lidah dekat dengan kerongkongan yang dihimpitkan ke langit-langit mulut bagian belakang.
2) Pangkal lidah bagian tengah dan langit-langit mulut bagian tengah, yaitu huruf Kaf (ك). Maksudnya bunyi huruf kaf ini keluar dari pangkal lidah di depan makhraj huruf qof, yang dihimpitkan ke langit-langit bagian mulut bagian tengah.
“Dua huruf tersebut ( ق ) dan ( ك ), lazimnya disebut huruf LAHAWIYAH ( لهويّة ), artinya huruf-huruf sebangsa anak mulut atau sebangsa telak lidah.”
3) Tengah-tengah lidah, yaitu huruf Jim ( ج ), Syin ( ش ) dan Ya’ ( ي ). Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari tengah-tengah lidah tepat, serta menepati langit-langit mulut yang tepat di atasnya.
“Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf SYAJARIYAH ( شجريّة ), artinya huruf-huruf sebangsa tengah lidah.”
4) Pangkat tepi lidah, yaitu huruf Dlod ( ض ).
Maksudnya bunyi huruf Dlod ( ض ) keluar dari tepi lidah (boleh tepi lidah kanan atau kiri) hingga sambung dengan makhrojnya huruf lam, serta menepati graham.
“Huruf Dlod ( ض ) ini lazimnya disebut huruf JAMBIYAH (حنبيّة), artinya huruf sebangsa tepi lidah.”

5) Ujung tepi lidah, yaitu huruf Lam (ل).
Maksudnya bunyi huruf Lam (ل) keluar dari tepi lidah (sebelah kiri/kanan) hingga penghabisan ujung lidah, serta menepati dengan langit-langit mulut atas.
6) Ujung lidah, yaitu huruf Nun (ن).
Maksudnya bunyi huruf Nun (ن) keluar dari ujung lidah (setelah makhrojnya Lam (ل), lebih masuk sedikit ke dasar lidah dari pada Lam (ل)), serta menepati dengan langit-langit mulut atas.
7) Ujung lidah tepat, yaitu huruf Ro’ (ر).
Maksudnya bunyi huruf Ro’ (ر) keluar dari ujung lidah tepat (setelah makhrojnya Nun dan lebih masuk ke dasar lidah dari pda Nun), serta menepati dengan langit-langit mulut atas.
“Tiga huruf tersebut di atas (Lam, Nun dan Ro’), lazimnya disebut huruf DZALQIYAH (ذلقية), artinya huruf-huruf sebangsa ujung lidah.”
8). Kulit gusi atas, yaitu Dal (د), Ta’ (ت) dan Tho’ (ط).
Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepat i dengan pangkal dua gigi seri yang atas.
“Tiga huruf tersebut lazimnya disebut NATH’IYAH (نطغية), artinya huruf-huruf sebangsa kulit gusi atas.
9) Runcing lidah, yaitu huruf Shod (ص), Sin (س) dan Za’ (ز).
Maksudnya bunyi huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati ujung dua gigi seri yang bawah.
“Tiga huruf tersebut lazimnya disebut huruf ASALIYAH (أسلية), artinya huruf-huruf sebangsa runcing lidah.”
10) Gusi, yaitu huruf Dho’ (ظ), Tsa’ (ث) dan Dzal (ذ).
Maksudnya huruf-huruf tersebut keluar dari ujung lidah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas.
“Tiga huruf ini lazimnya disebut huruf LITSAWIYAH (لثوية), artinyahuruf sebangsa gusi.”
d. Al-Syafatain, artinya dua bibir
Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada kedua bibir.Yang termasuk huruf-huruf syafatain ialah wawu (و), fa’ (ف), mim (م) dan ba’ (ب) dengan perincian sebagai berikut :
1) Fa’ (ف) keluar dari dalamnya bibir yang bawah, serta menepati dengan ujung dua gigi seri yang atas.
2) Wawu, Ba, Mim (و , ب , م) keluar dari antara dua bibir (antara bibir atas dan bawah). Hanya saja untuk Wawu bibir membuka, sedangkan untuk Ba dan Mim bibir membungkam.
“Empat huruf tersebut di atas lazimnya disebut huruf SYAFAWIYAH, artinya huruf-huruf sebangsa bibir.”
e. Al-Khaisyum, artinya pangkal hidung
Yaitu tempat keluarnya huruf hijaiyah yang terletak pada janur hidung. Dan jika kita menutup hidung ketika membunyikan huruf tersebut, maka tidak dapat terdengar. Adapun huruf-hurufnya yaitu huruf-huruf ghunnah mim dan nun dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Nun bertasydid (نّ)
2) Mim bertasydid (مّ)
3) Nun sukun yang dibaca idghom bigunnah, iqlab dan ikhfa’ haqiqiy
4) Mim sukun yang bertemu dengan mim (م) atau ba (ب)

Materi

Materi Halaqoh atau pengajian ini adalah Tarbiyah Islamiyah yang langsung diberikan dengan Tausiyah dari Murobbi ke muridnya secara bertahap, dan materinya itu tidak terlalu berat bisa berupa Manhaj Sehari-hari, Perkembangan Zaman,golongan-golongan menyimpang yang akan melemahkan kaum muslim dll. di sesuaikan oleh kemampuan dari muridnya dan sesuai dengan Al-Quran serta Hadits-hadits Shoheh, InsyaAllah Ilmu yang diberikan setiap Pertemuan Tarbiyah ini akan menjadikan kita akan tetap dan selalu Istiqomah kepada Allah SWT, serta Menjadikan Al-Qur'an Pedoman dan As Sunnah Tuntunan kita sehari-hari sampai akhir Zaman nanti Amiiin !!!

Selasa, 29 Oktober 2013

Apa itu Mazhab ? Pengertian Mazhab bisa dibagi 2. Ada arti menurut bahasa, ada arti menurut istilah. Berdasarkan bahasa atau dilihat dari kosa kata, mazhab merupakan bentuk isim makan dari kata “dzahaba”, artinya jalan atau tempat yang dilalui, sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih, mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai.

Lebih lengkapnya pengertian mazhab menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash. Jadi, masalah yang bisa menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori dzonni atau prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti. Jadi tidak benar kalau ada istilah hukum shalat 5 waktu adalah wajib menurut mazhab Syafi’i, karena hukum shalat wajib termasuk kategori qoth’i yang tidak bisa dibantah wajibnya oleh mazhab manapun. Berbeda jika masalah yang dihadapi tentang hal-hal yang asalnya masih samar seperti hukum menyentuh kulit wanita yang bukan muhrim. Karena perbedaan pandangan itulah, maka terjadi perbedaan pendapat antara Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam lainnya. Hasilnya dinamakan ijtihad Imam Syafi’i yang pasti berbeda dengan ijtihad Imam Hanafi dan Imam lainnya yang menentukan batal atau tidaknya wudhu ketika menyentuh wanita muhrim.

Nah, bagi seorang yang mampu berijtihad dalam menghadapi suatu masalah, maka dia boleh berijtihad dan melaksanakan hasil ijtihad yang ia lakukan, sedangkan bagi mereka yang tidak mampu melakukanijtihad atau orang awam, maka ia harus mengikuti hasil ijtihad dari salah seorang mujtahid yang ia percayai. Hal ini sejalan dengan Al Qura’an surat An-Nahl ayat 42 43, yang artinya “Bertanyalah kepada ahli dzikri/ulama jika kamu tidak mengerti”.

Menurut Abu Hasan Alkayya, bermazhab ini hukumnya wajib bagi :
1. Orang awam
2. Ulama/ahli fiqih yang belum mencapai derajat mujtahid.

Mengapa bermazhab itu wajib ? Karena jika diperbolehkan untuk tidak bermazhab atau bermazhab tapi mengambil mazhab sana sini (talfiq), maka pasti kaum muslimin akan mengambil aturan-aturan yang ringan dan mudah saja dan hal ini akan membawa akibat lepasnya tuntutan taklif.
- See more at: http://belajar-fiqih.blogspot.com/2012/02/pengertian-mazhab.html#sthash.ORbQhZIw.dpuf
Apa itu Mazhab ? Pengertian Mazhab bisa dibagi 2. Ada arti menurut bahasa, ada arti menurut istilah. Berdasarkan bahasa atau dilihat dari kosa kata, mazhab merupakan bentuk isim makan dari kata “dzahaba”, artinya jalan atau tempat yang dilalui, sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih, mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai.

Lebih lengkapnya pengertian mazhab menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash. Jadi, masalah yang bisa menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori dzonni atau prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti. Jadi tidak benar kalau ada istilah hukum shalat 5 waktu adalah wajib menurut mazhab Syafi’i, karena hukum shalat wajib termasuk kategori qoth’i yang tidak bisa dibantah wajibnya oleh mazhab manapun. Berbeda jika masalah yang dihadapi tentang hal-hal yang asalnya masih samar seperti hukum menyentuh kulit wanita yang bukan muhrim. Karena perbedaan pandangan itulah, maka terjadi perbedaan pendapat antara Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam lainnya. Hasilnya dinamakan ijtihad Imam Syafi’i yang pasti berbeda dengan ijtihad Imam Hanafi dan Imam lainnya yang menentukan batal atau tidaknya wudhu ketika menyentuh wanita muhrim.

Nah, bagi seorang yang mampu berijtihad dalam menghadapi suatu masalah, maka dia boleh berijtihad dan melaksanakan hasil ijtihad yang ia lakukan, sedangkan bagi mereka yang tidak mampu melakukanijtihad atau orang awam, maka ia harus mengikuti hasil ijtihad dari salah seorang mujtahid yang ia percayai. Hal ini sejalan dengan Al Qura’an surat An-Nahl ayat 42 43, yang artinya “Bertanyalah kepada ahli dzikri/ulama jika kamu tidak mengerti”.

Menurut Abu Hasan Alkayya, bermazhab ini hukumnya wajib bagi :
1. Orang awam
2. Ulama/ahli fiqih yang belum mencapai derajat mujtahid.

Mengapa bermazhab itu wajib ? Karena jika diperbolehkan untuk tidak bermazhab atau bermazhab tapi mengambil mazhab sana sini (talfiq), maka pasti kaum muslimin akan mengambil aturan-aturan yang ringan dan mudah saja dan hal ini akan membawa akibat lepasnya tuntutan taklif.
- See more at: http://belajar-fiqih.blogspot.com/2012/02/pengertian-mazhab.html#sthash.ORbQhZIw.dpuf

Manhaj

Pengertian Manhaj

Makna Bahasa
Manhaj meurut arti bahasa ialah jalan yang terang.
Allah SWT berfirman:

لِڪُلٍّ جَعَلْنَا مِنکُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang……”( Al Ma’idah; 48).
Makna Istilah
Ada beberapa definisi manhaj menurut pengertian istilah, antara lain:
Manhaj ialah aturan yang diikuti kaum muslimin di dalam memahami, mengamalkan, dan menyebarkan agama.
Adapun di dalam pembahasan ini, yang dimaksud manhaj adalah cara ( metodologi) di dalam beragama / di dalam memahami, mengamalkan dan mendakwakan agama.
Ruang Lingkup Manhaj
Yang telah terbukti menemph metodologi yang benar di dalam beragama adalah Rasulullah yang diikuti para sahabat, terutama para Khulafaur Rasyidin. Sebab, jalan hidup dan pemahaman mereka terhadap Islam sesuai dengan jalan hidup dan pemahaman Rasulullah SAW. Bahkan, mereka beragama di atas ittiba’ ( mengikuti jalan hidup) secara total terhadap Rasulullah SAW, sehingga Sunnah mereka menjadi pedoman sebagaimana Sabda Nabi SAW:

أُوْصِيکُمْ بِتَقْوَي اللّٰهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًاحَبَشِيَّا فَإَنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْکُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلَا فَاً کَثِيْرًا فَعَلَيْکُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِالْمَهْدِيِّيِنَ الرَّاشِدِيْنَ تَمَسَّڪُوُا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَا جِذِ وَإَيَّا ڪُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُْمُورِ فَإَنَّ کُلِّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَکُلِ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

” Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat.” ( HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ Fatawa ( 1/182) berkata:
“Sunnah para Khulafaur Rasyidun yang mereka laksanakan atas perintah Nabi berarti termasuk Sunnahnya karena tidak ada di dalam agama suatu kewajiban, kecuali yang telah beliau wajibkan, tidak ada keharaman kecuali perkara yang diharamkannya, tiada perkara Sunnah melainkan sesuatu yang telah diSunnahkannya, dan tiada perkara makruh kecuali yang dimakruhkannya serta tiada sesuatu yang mubah melainkan yang telah beliau anggap mubah.”
Pada hakikatnya jala hidup para sahabat adalah jalan hidup Rasulullah SAW karena orang yang paling semangat di dalam mengamalkan Sunnah Nabi SAW dan paling menjauhkan diri dari perkara-perkara bid’ah sekecil apapun.
Abdullah bin Mas’ud RA berkata:
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin meneladani, hendaklah meneladani para sahabat Rasulullah SAW karena sesungguhnya mereka adalah umat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya, dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik keadaannya. ( Mereka ) adalah suatu kaum yang dipilih Allah untuk menemani Nabi-Nya, untuk menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah mereka di dalam jejaknya, karena mereka berada di jalan yang benar dan lurus.” ( Ibnu Abdul Bar di dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhluhu).
Sunnah Rasulullah SAW
Pengertian Sunnah Rasulullah SAW
Makna Bahasa
As-Sunnah menurut Bahasa Arab, adalah ath-thariqah dan As-Sirah yang bberarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup atau perilaku, baik terpuji maupun tercela, sebagaimana sabda Nabi SAW:

مَن سَنَّ سُنَّةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا وَمَن سَنَّ سُنّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا مَنْ عَمِلَ بِهَا

“Barangsiapa yang memberi contoh yang baik maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya dan barangsiapa yang memberi contoh yang buruk maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya.” ( HR. Muslim).
Makna Istilah
Menurut Ibnu Katsier, “Kata Sunnah dengan variasinya disebutkan berulang-ulang di dalam Hadits, yang arti asalnya adalah perjalanan hidup dan perilaku.” ( An-Nihayah 2: 409).
Adapun pengertian Sunnah di dalam istilah syara’ menurut pada ahli Hadits, adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, karakter, akhlak ataupun perilaku, baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi. Di dalam hal ini pengertian Sunnah, menurut sebagian ulama sama dengan Hadits.
Menurut ulama usul fiqih, “Sunnah ialah sesuatu yang dinukil dari Nabi SAW secara khusus. Ia tidak ada nashnya di dalam Al-Qur’an tetapi dinyatakan oleh Nabi SAW dan sekaligus sebagai penjelas bagi Al-Qur’an.

Sejarah Perkembangan Fiqih Islam, Taqlid, dan Talfiq

Sejak Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah Sampai Hari Ini
 
Fase ini ditandai dengan semakin luasnya perbedaan antara dua madrasah fiqih:
  1. Al Madrasah Al Madzhabiyyah: yaitu madrasah pengikut empat mazhab yang menganggap telah tertutupnya pintu ijtihad, dan keharusan seorang muslim untuk konsisten dengan salah satu dari empat mazhab.
  2. Al Madrasah as Salafiyah, yaitu madrasah yang menghendaki kembali langsung kepada Al Qur’an dan As Sunnah, melarang seorang muslim taqlid dalam masalah furu’, mewajibkannya berijtihad, mengkaji dan mengambil langsung dari teks Al Qur’an dan Sunnah.
Memang pertarungan ini sudah ada sejak fase sebelumnya, akan tetapi pada fase ini pertarungan itu semakin tajam dan meluas, dan menjadi tema penting dalam diskusi-diskusi antara para ulama dan pencari ilmu, bahkan di kalangan awam. Pendukung masing-masing madrasah menulis buku, menyebarkan artikel untuk mendukung pandangannya.
Luasnya ruang dialog berdampak luas bagi mundurnya masing-masing pendukung madrasah itu dari sikap sektariannya, dan dapat mempersempit ruang perbedaan, dan bahkan terjadi pencairan, kalau saja tidak ada orang-orang yang ta’ashshub/fanatik terhadap masing-masing madrasah, yang terus mempertahankan sikap sektariannya yang mengundang reaksi pihak lainnya.
Kami akan berusaha untuk mengambil batas-batas qaidah syar’i, yang memungkinkan dua madrasah itu bertemu, dan jauh dari sikap sektarian dan fanatik, yaitu:
a. Masyru’iyyah (disyariatkannya) Taqlid
Taqlid artinya mengikuti pendapat seorang ulama tanpa mengetahui dalil kebenaran pendapat itu. Hal ini disyariatkan bagi kaum muslimin yang awam dalam masalah-masalah fiqih. Dalilnya antara lain:
1. Firman Allah: “… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An Nahl: 43)
Perintah Allah ini pada orang yang tidak mengetahui hokum agama untuk bertanya kepada ahludz dzikr, yaitu orang-orang yang mengetahuinya. Dan yang terendah dalam perintah ini adalah al ibahah/boleh. Kesimpulannya: diperbolehkan bagi orang awam untuk bertanya kepada ulama dan mengikuti pendapatnya.
2. Firman Allah:  “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah: 122)
Ayat ini dengan tegas menjelaskan bahwa tidak mungkin seluruh kaum muslimin mempelajari fiqih, akan tetapi ada sekelompok orang yang focus, kemudian mengajarkannya kepada saudara-saudaranya. Jika memungkinkan atau semua umat Islam disuruh mendalami fiqih dalam setiap masalah furu’iyah maka Allah tidak memberikan larangan di atas.
Realitas sahabat RA yang merupakan generasi terbaik, hanya terdapat sedikit fuqaha, dan mayoritas mereka meruju’ kepada para fuqaha yang minoritas itu untuk mendapatkan fatwa masalah-masalah agamanya. Menerima fatwanya tanpa menanyakan apa dalilnya, kecuali dalam kondisi tertentu.
Rasulullah saw mengutus seorang ulama, atau qari’ (pembaca Al Qur’an) dari kalangan sahabat ke satu qabilah untuk mengajarkan Islam dan Al Qur’an. Kabilah itu menerima saja dari sahabat itu tanpa menanyakan apa dalilnya.
Demikianlah ijma’ (kesepakatan) sahabat tentang diperbolehkannya orang awam mengikuti seorang mujtahid. [1]
Logis dan riilnya: Apa yang bias dilakukan oleh seorang muslim yang awam, dan tersibukkan dengan urusan pekerjaan? Apa yang bisa dilakukan seorang arsitek, dokter, dll jika menghadapi masalah agama? Apakah kita mengharuskannya untuk mengkaji buku-buku tafsir, dan hadits untuk mendapatkan nash atau tidak? Lalu jika tidak menemukan maka harus merujuk kepada buku-buku bahasa, agar memahaminya. Jika menemukan lebih dari satu nash maka harus mentarjih salah satunya. Dan ini tidak akan terjadi kecuali setelah melakukan kajian panjang, mengetahui nasakh mansukh, dll. Jika tidak menemukan nash, kita haruskan berijtihad. Sementara seseorang tidak akan bisa berijtihad jika tidak memiliki kemampuan ijtihad.
Dan ketika kita perketat syarat ijtihad maka kebanyakan orang tak akan mampu, sebagaimana yang terjadi sekarang ini, atau akan terjadi ijtihad tanpa batasan syar’i, tanpa ilmu. Dan ini lebih berbahaya daripada mengembalikan mereka kepada ulama yang telah menfokuskan diri untuk menggali hukum.
Realitas madrasah salafiyah sendiri –sudah tidak rahasia lagi- bahwa ulama madrasah ini banyak berbeda pendapat satu dengan yang lainnya dalam masalah hukum Islam, bisa karena perbedaan penafsiran, atau mentashih hadits, atau dalam menggali hukum, dan setiap ulama itu memiliki pengikut pendapatnya.
Ada yang mengatakan bahwa hal ini bukan taqlid tetapi ittiba’ karena pengikut itu mengetahui dalilnya dan menerimanya. Kami katakana: Mengapa para ulama itu tidak mengenali dalil ulama lain dan menerimanya? Apakah ketika seseorang menerima dalil salah seorang ulama dianggap tidak ada nilainya karena berbeda dengan ulama lainnya? Apa bedanya hal ini dengan para pengikut yang menerima dalil yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, dengan para pengikut taqlid tanpa bertanya tentang dalilnya, karena dia menyadari ketidakmampuannya untuk menerima atau menolak dalil?
Terakhir, telah berlangsung ijma’ tentang diperbolehkannya taqlid sejak abad pertama, meskipun ada sebagian sectarian pengikut madrasah salafiyah yang berbeda pendapat. Pada kenyataannya mereka menerima taqlid itu dengan bentuk lain.
b. Taqlid bukanlah kewajiban
Di antara kesalahan populis pada fase fanatic mazhab adalah terbaginya kaum muslimin pada mujtahid dan muqallid, lalu tertutupnya pintu ijtihad, sehingga setiap orang menjadi muqallid termasuk para ulama dan pencari ilmu. Karena itulah melemah atau hilang semangat untuk mengkaji, diskusi, dan pendalaman. Obsesi para ulama muqallid hanya terbatas pada pembelaan pendapat mazhabnya meskipun dengan dalil yang lemah, meskipun mereka tidak berhak karena statusnya sebagai muqallid, untuk berbeda dengan mazhab. Al Iz ibn Abdussalam dalam kitabnya: “Qawa’idul Ahkam” mengkritik para fuqaha yang menyikapi kelemahan dalil imamnya, lalu berusaha mencari pembenarannya, dan tidak menemukan pembelaan kelemahannya, tetapi masih saja mengikutinya dengan meninggalkan Al Kitab, As Sunnah dan qiyas yang shahih, karena mempertahankan kejumudan taqlid imamnya.
Kalimat ini tidak kami maksudkan untuk membuka pintu ijtihad yang bisa dimasuki siapa saja tanpa kemampuan yang cukup. Kami hanya bertujuan untuk mengatakan bahwa taqlid dan urgensinya adalah dalam batas mubah dan boleh, tidak akan berubah menjadi wajib, kecuali pada orang awam yang sama sekali tidak memiliki kemampuan pengkajian dan penelitian. Sedangkan bagi orang yang mampu mempelajari dan meneliti, atau mumpuni untuk berpindah dari taqlid (mengikuti pendapat ulama tanpa mengetahui dalilnya) kepada ittiba’ (mengikuti pendapat ulama setelah mengetahui dalilnya). Mengetahui dalil dan menerimanya tidak berarti melegitimasinya menjadi ahli ijtihad, hanya memperbolehkannya, bisa jadi dalam satu masalah ketika mempelajari dalil-dalil mazhabnya kemudian menemukan kelemahan dalil itu mengharuskannya untuk mengambil pendapat mazhab lain yang lebih kuat. Posisi ini dapat disebut –sebagaimana Imam Hasan Al Banna- menyebutnya: “Level mengkaji hukum agama” atau level orang yang mampu mengkaji hukum-hukum agama, memahaminya, mengenali dalilnya, dan merujuk kepada sumber utama untuk menilainya.
c. Taqlid tidak terbatas pada empat Mazhab
Masalah populer yang ada di masa fanatic mazhab adalah pembatasan taqlid pada empat mazhab saja. Hal ini tidak berdasar pada dalil syar’i yang melarang taqlid ulama lainnya.
Dasarnya hanyalah bahwa mazhab empat itu telah lengkap pembukuan dan penjelasannya, yang dapat diperoleh dengan berurutan, terbagi menurut bab yang rapi, dan tersedia para ulama yang mengajarkan, sehingga bisa dengan mudah meyakinkan dan menisbatkan pendapat itu kepada aslinya, imamnya atau mazhabnya.
Sedangkan mazhab lainnya maka sangat sulit untuk menemukan nisbat pendapat itu kepada yang berhak. Kalau toh bisa ditemukan nisbatnya, pendapat-pendapat itu tidak didukung oleh para pengikut mazhab yang menjelaskannya ketika membutuhkan penjelasan.
Atas dasar sebab-sebab teknis di atas itulah kemudian para ulama membatasi taqlid hanya pada empat mazhab saja.
Akan tetapi pada zaman sekarang ini, ketika buku-buku klasik Islam telah dicetak dan telah berada di tangan kaum muslimin, dan pendapat para sahabat dan tabiin serta para mujtahid -baik fase sebelum era empat mazhab, atau yang semasa mereka, atau sesudahnya- telah tersebar dan sangat mudah untuk menisbatkan kepada pemilik aslinya. Maka tidak ada lagi halangan untuk bertaqlid kepada mereka dalam satu masalah atau yang lainnya jika berkemampuan untuk mengkaji dalil-dalilnya. Apalagi jika ditemukan bahwa dalil-dalil mereka lebih kuat dari dalil yang sedang diamalkan sekarang ini.
Al Izz bin Abdussalam berkata: .. Maka ketika ada mazhab yang menurutnya lebih kuat, maka bagi orang yang taqlid itu diperbolehkan mengikutinya meskipun di luar empat mazhab.”
d. Diperbolehkan iltizam/konsisten dengan satu mazhab bagi orang awam
Di antara kesalahan yang menyebar di kalangan kaum muslimin pada masa ta’ashshub mazhab adalah kewajiban iltizam dengan satu mazhab saja, dan haram intiqal/berpindah ke mazhab lainnya. Dan jawaban dari pandangan yang sektarian ini adalah larangan iltizam dengan satu mazhab. Kedua pendapat ini tanpa dalil.
Kewajiban iltizam dengan satu mazhab dan larangan intiqal mazhab lain baik secara umum maupun dalam masalah tertentu, baik sebelum atau sesudah mengamalkannya, tidak ada dalil syar’inya. Sebab yang wajib adalah yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu iltizam dengan hukum syar’i, dan memperbolehkan kita jika tidak mengetahuinya langsung dari Al Qur’an dan As Sunnah untuk bertanya kepada ahludzdzikri tanpa ada pembatasan satu persatunya. Para sahabat bertanya kepada para fuqaha’nya, adan fuqaha menjawab pertanyaan mereka, dan tidak seorang pun dari sahabat yang ditanya itu mewajibkannya untuk tidak bertanya lagi kepada yang lain baik dalam masalah itu maupun masalah yang lainnya. Demikianlah kaum muslimin di sepanjang masa, sampai di masa empat imam mazhab itu sendiri. Tidak ada seorang pun dari mereka yang melarang muridnya mengambil pendapat ulama lain, tidak pernah ada pemikiran yang mewajibkan iltizam dan melarang intiqal kecuali pada masa belakangan saja.
Demikian juga pendapat yang mengharamkan iltizam dengan satu mazhab dan menganggapnya sebagai syirik, juga tidak ada dalilnya. Jika ada seseorang yang merasa cocok dengan salah satu ulama karena ketaqwaannya, dan selalu lebih ia sukai fatwanya, maka dalam Islam juga tidak ada dalil yang melarangnya, baik ulama itu dari kalangan empat mazhab atau selainnya. Yang tidak boleh adalah meyakini bahwa iltizam itu hukumnya wajib syar’i. Kemudian jika suatu saat ingin intiqal ke mazhab lain, maka tidak ada yang menghalanginya, (dengan memperhatikan penjelasan berikut tentang talfiq).
e. Kewajiban mengikuti dalil bagi pengikut yang mampu mengkaji
Sedangkan seorang muslim pengikut mazhab yang sudah mampu mempelajari hukum syar’i maka kewajibannya adalah mencari dalil setiap masalah yang dikajinya, mendalaminya, memahami pendapat yang berbeda dan dalil-dalilnya, kemudian memilih yang paling dekat dengan Kitabullah dan As Sunnah, meskipun sikap ini membuatnya mengambil mazhab ini dan itu, bahkan jika mengharuskannya untuk berijtihad sendiri dalam masalah-masalah baru yang belum dibahas oleh ulama sebelumnya.
Walau demikian, tidak ada larangan syar’i bagi seorang muslim pengikut mazhab untuk mengikuti satu mazhab sehingga dia mampu mempelajari seluruh masalah dengan keharusan mengikuti dalil yang lebih kuat dan bertahan pada dasar mazhab pilihannya dalam masalah lain. Karena Allah tidak pernah memberikan taklif kepada seseorang kecuali sebatas kemampuannya. Terkadang seorang muslim harus berbulan-bulan tafarrugh (menfokuskan diri) untuk mempelajari satu masalah sehingga dapat menemukan dalil yang lebih kuat yang memuaskannya. Maka tidak salah kalau dia masih menjadi muqallid (taqlid) dengan salah satu imam, sehingga ia mampu mempelajari masalah. Lalu ketika telah menemukan dalilnya masih bersama dengan imam yang diikutinya, ia bisa bertahan di situ. Dan jika mendapatkan dalil yang kuat ada pada imam lain, maka ia akan pindah ke pendapat lain.
f. Diperbolehkan Talfiq
Talfiq artinya mengambil dari berbagai mazhab untuk satu masalah dan sampai kepada cara mazhab itu berpendapat. Akan kami jelaskan masalah talfiq dengan singkat berikut ini:
Mengambil satu masalah dari satu mazhab, dan mengambil masalah lain dari mazhab lain yang tidak berhubungan dengan masalah pertama diperbolehkan menurut jumhurul ulama yang tidak mewajibkan iltizam dengan satu mazhab dan memperbolehkan intiqal ke mazhab lain. Seperti seorang muslim yang shalat dengan mazhab Syafi’iy, kemudian zakatnya dengan mazhab Hanafi, atau puasa dengan mazhab Maliki.
Iltizam tentang satu masalah syar’i dengan satu mazhab, lalu intiqal ke mazhab lain dalam masalah yang sama. Seperti shalat Zhuhur dengan satu mazhab, kemudian shalat Ashar dengan mazhab lain. Hal ini juga diperbolehkan oleh Jumhurul Ulama yang tidak mewajibkan iltizam dengan satu mazhab.
Bentuk talfiq yang diperselisihkan boleh tidaknya adalah talfiq dalam satu masalah saja. Seperti seorang muslim berwudhu mengusap sebagian kepala, sesuai dengan mazhab Syafi’iy, kemudian menyentuh wanita dan merasa tidak batal, taqlid imam Abu Hanifah dan imam Malik yang tidak menganggap bersentuhan wanita tidak membatalkan wudhu, kemudian ia shalat. Para ulama mazhab belakangan mengatakan: wudhu ini sudah batal, karena telah bersentuhan dengan wanita, dan tidak sah menurut Abu Hanifah karena mengusap kepalanya tidak sampai seperempat, tidak sah menurut Imam  Malik karena tidak mengusap seluruh kepala. Talfiq di sini menyeret kepada cara yang tidak diajarkan oleh mazhab manapun. Inilah yang tidak diperbolehkan.
  1. Sesungguhnya talfiq jika dilakukan dengan dalil yang kuat dari orang yang mampu mengkaji dalil-dalil hukum syar’i, diperbolehkan. Karena kewajiban seorang muslim adalah berijtihad untuk dirinya sendiri. Dan ini bukan sisi yang diperselisihkan.
  2. Sedangkan talfiq yang dilakukan orang awam, diperbolehkan juga, karena mazhabnya orang awam adalah mengikuti fatwa muftinya. Dan orang awam tidak ditugaskan untuk mengkaji mazhab dan melihat sudut-sudut perbedaan, sebab jika dia mampu melakukan hal ini tentu dia menjadi muqallid, bukan awam. Para sahabat RA ketika bertanya tentang satu masalah tidak menanyakan kepada seluruh orang yang mengetahuinya, dan yang ditanya juga tidak mensyaratkan jika sudah mengambil pendapatnya dalam masalah ini agar tidak bertanya kepada orang lain dalam masalah yang sama. Ini artinya bahwa generasi terbaik telah melakukan talfiq, ketika mazhab dan pendapat para sahabat belum dikumpulkan dan dibukukan. Setiap muslim dapat bertanya kepada siapa saja sahabat yang ditemui, lalu bertanya ke sahabat lainnya, tanpa meneliti apakah dua pertanyaan itu berkaitan atau tidak.
  3. Contoh tentang wudhu di atas, dapat kami jelaskan: Bahwa wudhu itu telah benar menurut mazhab Syafi’iy, sudah benar menurut pandangan Syar’i, karena mazhab Syafi’iy bukan syariat yang berdiri sendiri, tetapi pintu yang dipergunakan seorang muslim untuk sampai kepada syariah Allah. Ketika sudah masuk ke mazhab itu ia sudah berada di ruang syariah, wudhunya benar dalam pandangan syariah, jika dia menyentuh wanita dengan mengikuti mazhab Hanafi maka wudhunya tetap sah sesuai dengan mazhab itu, artinya sesuai dengan syariat Islam, karena mazhab Hanafi juga bagian dari syariat Islam
  4. Kemudian talfiq yang dilakukan dengan dalil yang kuat, oleh orang yang mumpuni, dan larangan bagi orang awam, akan berkonotasi bahwa ada satu masalah yang haram atas seorang muslim dan halal bagi muslim lainnya. Hal ini tidak bisa diterima dalam hukum Islam yang di antara karakteristiknya adalah menyeluruh. Yang telah halal dalam syariah halal untuk semua, dan yang haram untuk dalam syariah haram untuk semua.
  5. Syeikh Ath Tharsusiy, Al Allamah Abus Su’ud, Al Allamah Ibnu Nujaim, Al Allamah Ibnu Arafah Al Malikiy, Al Allamah Al Adawiy dll, telah memfatwakan diperbolehkannya hukum murakkab atau talfiq. 

Fiqih Shalat Sunnah

Sunnah shalat adalah amalan yang dianjurkan untuk diamalkan dalam shalat agar mendapatkan pahala lebih banyak, dan jika ditinggalkan tidak membatalkan shalatnya, yaitu:
1. Mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, sehingga jari jempol setinggi daun telinga, atau bahunya, bagian dalam telapak tangan menghadap kiblat. Mengangkat tangan ini juga disunnahkan ketika hendak ruku’ dan bangun ruku’. Menurut jumhurul ulama. Tidak ada yang berbeda kecuali mazhab Hanafi dan sebagian mazhab Maliki.
2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada, atau di bawahnya, atau di bawah pusar. Semua ini bersumber dari Rasulullah saw. Sebagaimana melepaskan kedua tangan itu.
3. Membuka shalat setelah takbiratul ihram dengan doa istiftah yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, di antaranya:
- « سبحانك اللَّهُمّ وبحمدِك وتَبارك اسمك وتَعالى جَدُّك ولا إله غيرك »، رواه أبو داود والحاكم وصحّحه ووافقه الذهبي.
- « وَجَّهت وجهي لِلَّذي فطر السماوات والأرضَ حنيفاً ومَا أَنَا من المشْركين، إنَّ صلاتي ونسُكِي ومَحْيَاي ومَماتي لِلَّهِ ربِّ العالمين، لا شَريك له، وبذلك أمرت وأنا مِن المسلمِين »، رواه مسلم وأبو داود والنسائي وابن حِبان وأحمد والطَّبراني والشافعي
4. Membaca isti’adzah yaitu: (أعوذُ بِالله من الشيطانِ الرجيم)  setelah membaca doa iftitah, dan sebelum membaca Al-Fatihah di rakaat pertama. Dan tidak apa-apa jika dibaca setiap rakaat sebelum membaca.
5. Membaca Amin setelah membaca Al Fatihah, baik menjadi imam, makmum maupun sendirian. Dengan suara keras pada shalat jahriyah, dan pelan pada shalat sirriyah. Setelah imam tidak boleh mendahuluinya atau terlalu lama ketinggalan.
6. Membaca sebagian Al Qur’an setelah surah Al Fatihah, kecuali pada rakaat ketiga dan keempat, yang cukup dengan surah Al Fatihah. Membaca Al Qur’an yang disukai sedikit atau banyak. Satu surat sempurna atau sebagiannya. Semua ini bersumber dari Rasulullah. Disunnahkan membaca pada rakaat pertama lebih panjang daripada rakaat kedua. Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah SAW membaca surah-surah pendek pada shalat Maghrib, sebagaimana pernah membaca surah surah Al A’raf, As Shaffat, dan Ad Dukhan. Disunnahkan pula memperindah suara ketika membaca Al Qur’an, waqaf setiap ayat. Ketika melewati ayat rahmat disunnahkan berdoa meminta anugerah Allah. Dan jika melintasi ayat adzab disunnahkan memohon perlindungan Allah darinya. Disunnahkan pula mengeraskan bacaan shalat subuh, Jum’at, dua rakaat awal Maghrib dan Isya’, dan tidak bersuara pada shalat selainnya. Sedangkan dalam shalat sunnah disunnahkan sirriyah pada shalat siang hari, dan jahriyah waktu tahajjud, qiyamulail. Jahriyyah dan sirriyah pada tempat masing-masing adalah sunnah haiah shalat. Jika ditinggalkan dengan sengaja atau lupa, tidak mempengaruhi shalat.
Sedangkan bagi makmum wajib mendengarkan dan memperhatikan imam yang membaca dengan jahriyyah. Makmum membaca Al Qur’an ketika makmum membacanya dengan sirriyah, karena firman Allah:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴿٢٠٤﴾
Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al A’raf: 204)
Dan hadits Nabi:
« وإذا كبَّر الإِمام فكبِّروا، وإذا قَرأ فأنصتوا »، صحَّحه مسلم
Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan jika ia membaca maka (Al Qur’an) maka dengarkanlah. Dishahihkan oleh imam Muslim. [1]
7. Disunnahkan bertakbir setiap turun naik, berdiri dan duduk, kecuali bangun ruku’. Dalam ruku’ disunnahkan rata antara kepala dan punggung, menggunakan kedua tangan bertumpu ke lutut, dengan membentangkan jari-jari, disertai dzikir,
(سبحانَ ربي العَظيم)  3x atau lebih, atau dengan redaksi lain yang bersumber dari Rasulullah saw seperti:
 (سُبُّوحٌ قُدّوس رَبُّ الملائِكَة والرُّوح)،
(اللهمَّ لك ركعتُ، وبكَ آمنت، ولكَ أسلمت، أنت ربي، خَشع لك سَمعي وبَصري، ومُخِّي وعَظمي وعَصبي، وما استقلت به قَدمي لله رب العالمين)
8. Disunnahkan ketika bangun ruku’ membaca : (سَمع الله لمن حَمِده)
Dan ketika sudah berdiri tegak membaca: (اللّهمّ ربَّنا ولكَ الحمد)
(اللهمَّ ربنا لك الحمد حَمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه) Atau kalimat lain yang bersumber dari Rasulullah SAW.
9. Mendahulukan lutut sebelum tangan ketika hendak bersujud, menempelkan hidung, dahi dan kedua telapak tangan ke tanah (alas shalat) dengan menjauhkan kedua tangannya dari lambung, meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan telinga atau punggung, membuka jari-jari tangannya dan menghadapkannya ke kiblat. Minimal yang dibaca dalam sujud adalah  (سبحانَ ربي الأعلى)  dan diperbolehkan menambah tabih, dzikir, dan doa khusus yang bersumber dari Rasulullah SAW, seperti:
- اللّهمّ لك سجدتُ وبك آمنت، ولك أسلمت وأنت ربي، سَجد وجهي للذي خَلقه وصوَّره فأحسَن صوره، وشقَّ سَمعه وبصره فتباركَ الله أحسنُ الخالقين. رواه مسلم
10. Duduk antara dua sujud dengan duduk IFTIRASY (duduk di atas kaki kiri) kaki kanan tegak, dan jari-jari kaki kanan menghadap kiblat, dengan membaca doa ma’tsur (bersumber dari Nabi), antara lain:
(اللهمّ اغفر لي وارحَمني وعافِني واهدِنِي وارزُقني) رواه الترمذي
Menurut mazhab Syafi’iy, disunnahkan pula duduk istirahat setelah sujud kedua sebelum bangun, untuk rakaat yang tidak ada tasyahhud.
11. Tasyahhud awal (wajib menurut mazhab Hannafi) dengan duduk iftirasy, meletakkan tangan kanan di atas paha kanan dan tangan kiri di atas paha kiri, menunjuk dengan jari telunjuk kanan. Disunnahkan agak lebih cepat.
12. Duduk tawarruk untuk tasyahhud akhir, yaitu dengan mendorong kaki kiri ke depan, mendirikan kaki kanan, dan duduk di tempat shalat (HR. Al Bukhari). Sebagaimana disunnahkan pula bershalawat kepada Nabi setelah tasyahhud dengan shalawat Ibrahimiyyah.
13. Berdoa sebelum salam dengan doa ma’tsur, antara lain:
« اللهمَّ اغفر لي ما قَدَّمتُ وما أخَّرت، وما أسْرَرت وما أعْلنت، وما أسرفْت وما أنتَ أعلم به مني، أنتَ المقدِّم وأنت المؤخِّر لا إله إلّا أنت ». رواه مسلم.
- « اللهمَّ إني أعوذ بك من عذاب جهنَّم، ومن عذاب القبر، ومن فتنةِ المَحيا والمَمات، ومن شَرِّ فتنةِ المسيح الدَّجال»، رواه مسلم.
 14. Memperbanyak dzikir setelah salam dengan dzikir ma’tsur, antara lain:
- « اللَّهم أنتَ السلام ومنك السلام، تَباركت يا ذا الجلال والإِكرام »، رواه مسلم.
- « من سَبَّح في دُبر كلِّ صلاةٍ ثلاثاً وثَلاثين، وحَمد الله ثلاثاً وثلاثين، وكبَّر الله ثلاثاً وثلاثين، فتلك تِسعة وتِسعون، وقال تمام المائة: لا إله إلا الله وَحده لا شَريك له، لَه الملك ولَه الحمد وهو على كلِّ شيء قَدير، غُفرت خطاياه وإن كَانت مثل زَبد البَحر»، رواه مسلم.
- « اللهمّ أعنِّي على ذِكركَ وشُكرِكَ وحسنِ عبادَتك »، رواه أحمد وأبو داود والنّسائي.
- «لا إله إلا الله وَحده لا شَريكَ له، له المُلك ولَه الحَمد وهو على كلِّ شيءٍ قَدير، اللهم لا مانِع لما أَعطيت، ولا مُعطِي لما مَنَعت، ولا يَنْفَع ذا الجَدِّ مِنكَ الجَدُّ». رواه الشيخان.



Catatan :
[1] Ini menurut mazhab Maliki, sedang menurut mazhab Syafi’iy mewajibkan membaca Al Fatihah setiap rakaat di belakang imam. Sedang mazhab Hanafi melarang membaca di belakang imam, baik dalam shalat jahriyah maupun sirriyah.


Minggu, 27 Oktober 2013

Profil

 



Halaqah adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah halaqah (lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang atau lebih. Mereka mengkaji Islam dengan minhaj (kurikulum) tertentu. Di beberapa kalangan, halaqah disebut juga dengan mentoring, ta’lim, pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.
Halaqah adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan Islam secara serius. Biasanya mereka terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara bersama-sama (amal jama’i). Kesadaran itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang telah mengikuti halaqah terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum, seperti tabligh, seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah fardiyah).
Biasanya peserta halaqah dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi (pembina). Murobbi disebut juga dengan mentor, pembina, ustadz (guru), mas’ul (penanggung jawab). Murobbi bekerjasama dengan peserta halaqah untuk mencapai tujuan halaqah, yaitu terbentuknya muslim yang Islami dan berkarakter da’i (takwinul syakhsiyah islamiyah wa da’iyah). Dalam mencapai tujuan tersebut, murobbi berusaha agar peserta hadir secara rutin dalam pertemuan halaqah tanpa merasa jemu dan bosan. Kehadiran peserta secara rutin penting artinya dalam menjaga kekompakkan halaqah agar tetap produktif untuk mencapai tujuannya.
dan untuk tempat tarbiyah kami di Depok Timur serta untuk pelaksanaanya di setiap rumah murobi atau anggota yang lain secara bergantian Setiap minggunya

Grup Facebook :  https://www.facebook.com/groups/ariefimam561/





Tatabbu’urrukhas Dalam Talfiq

Tatabbu’urrukhas Dalam Talfiq
 




Ada sebagian orang awam yang memilih tatabbu’urrukhas dan pendapat-pendapat yang aneh dalam mazhab-mazhab atau ulama dengan semangat talahhiy (main-main) tasyahhiy (senang-senang) atau mencari yang paling gampang. Ini boleh atau tidak?

Mayoritas ulama melarang talfiq yang demikian karena sudah berubah menjadi mengikuti selera. Dan syari’at Islam melarang mengikuti nafsu. Ibnu Abdul Barr menyebutkan ijma’ larangan ini.

Sebagian ulama membolehkannya dalam beberapa mazhab, karena tidak ada larangan dalam syari’at yang melarangnya. Al Kamal bin Al Hammam berkata dalam kitab At Tahrir: “Sesungguhnya seorang muqallid dipersilakan mengikuti yang dia kehendaki, meskipun seorang awam mengambil setiap masalah dengan ucapan mujtahid yang lebih ringan baginya, saya tidak tahu apa yang melarangnya secara naqli dan aqli. Keberadaan manusia yang mencari apa yang lebih ringan baginya dari pendapat para mujtahid yang ahli berijtihad, saya tidak mengetahui celaannya dalam syari’at Islam. Dan adalah Rasulullah saw menyukai apa saja yang meringankan umatnya.”

Yang kami ketahui bahwasanya tidak ada perbedaan hukum syar’i antara rukhshah dan azimah, selama masih hukum syar’i yang memiliki dalil shahih. Jika diperbolehkan talfiq dalam masalah pokok, maka tidak ada sisi larangan untuk memilih yang mudah-mudah selama rukhshah itu memiliki dalil syar’i. Tidak bisa dikatakan bahwa hukumnya makruh jika tidak ada dharurat atau udzur, dan diperbolehkan tanpa makruh jika ada kondisi dharurat atau udzur. Rasulullah saw “tidak pernah diberi pilihan dua hal, kecuali memilih yang paling mudah selama tidak ada dosa”[1]. Prinsipnya setiap muslim diberi kebebasan memilih antara pendapat-pendapat produk ijtihadiyah yang berbeda-beda, dan insya Allah pendapat-pendapat itu tidak ada dosa.

Perlu diingatkan bahwa talfiq hanya berlaku dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang zhanniy (hipotesis). Sedangkan untuk masalah-masalah yang bersifat qath’iy tidak ada ruang untuk memilih rukhshah atau talfiq di sana. Sebagaimana jika talfiq atau mencari rukhshah itu menyeret kepada pelanggaran agama, maka hukumnya haram seperti jika dengan talfiq itu menyebabkan khamr, zina, dan perbuatan haram lainnya yang qath’iy menjadi mubah. Hal ini tidak mungkin menjadi halal baik dengan talfiq maupun dengan cara lain.

Referensi :
http://www.dakwatuna.com/2012/03/05/19203/pengantar-fiqih-bagian-ke-5-tatabbuurrukhas-dalam-talfiq/#axzz2iystTWnN

Kamis, 24 Oktober 2013

YANG PERTAMA KALI DIHISAB PADA HARI KIAMAT ADALAH SHALAT



YANG PERTAMA KALI DIHISAB PADA HARI KIAMAT ADALAH SHALAT 
Dari Huraits bin Qabishah, ia berkata : Saya sampai di Madinah. Ia berkata : “Wahai Allah mudahkanlah bagiku (mendapat) teman duduk yang baik. Lalu saya duduk kepada Abu Hurairah ra. Ia berkata : Saya berkata : “Saya berdo’a kepada Tuhan (Allah) Yang Maha Mulia dan Maha Besar -untuk memudahkan bagiku teman duduk yang baik, maka sampaikanlah kepadaKu hadits yang kamu dengar dari Rasulullah saw.- Semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan itu”. Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya sesuatu yang paling dulu dihisab pada hamba adalah shalatnya. Jika shalat itu baik maka ia telah menang dan sukses. Jika shalatnya rusak maka ia telah merugi”. Hammam berkata : Saya tidak tahu, ini dari perkataan Qatadah atau riwavat. Jika dari fardhunya ada kekurangan-kekurangan, Allah berfirman : “Lihatlah, apakah hambaKu mempunyai shalat sunnat, maka fardhu yang kurang itu dapat disempurnakan. Kemudian demikian itu caranya dalam menghisab seluruh amalnya”. (Hadits ditakhrij oleh An Nasa’i).
Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah saw., beliau bersabda : “Sesuatu yang pertama kali diperhitungkan pada hamba adalah shalatnya, jika ia menyempurnakannya. Jika tidak (sempurna) maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Lihatlah apakah hambaKu mempunyai (shalat) sunat ?”. Jika kedapatan padanya (shalat) sunat, maka Allah berfirman : “Sempurnakanlah fardhu itu dengannya”. (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).
Dari Tamim ad Dari ra. dari Nabi saw, beliau bersabda : “Sesuatu yang pertama diperhitungkan pada hamba di hari Qiyamat adalah shalatnya. Jika ia menyempurnakannya maka dicatat baginya shalat sunatnya. Jika ia tidak menyempurnakannya maka Allah Yang Maha Suci berfirman kepada para malaikatNya : “Lihatlah apakah kamu menjumpai shalat sunat bagi hambaKu ? maka sempurnakanlah dengannya fardhu yang disia-siakannya. Kemudian amal-amalnya diambil menurut perhitungan itu”. (Hadits ditakhrij oleh Abu Daud).
Dari Anas bin Hakim Adh Dhabi -ia samar dari Ziyad atau Ibnu Ziyad dia datang di Madinah dan bertemu dengan AburHurairah berkata: Ia minta dijelaskan keturunanku, maka saya menunjukkan nasabku : Abu Hurairah berkata : “Hai pemuda, maukah saya ceritakan hadits kepadamu ?”. Saya menjawab : “Baiklah, semoga Allah memberikan rahmat kepadamu”. Yunus berkata : “Sava mendengar ia menuturkannya dari Nabi saw. bersabda : “Sesunguhnva amal-amal hamba yang pertama kali diperhitungkan pada hari Qiyamat adalah shalat”. Beliau bersabda: Tuhan kami Yang Maha Besar dan Maha Mulia berfirman kepada para malaikatNya -padahal Dia lebih mengetahui : “Lihatlah shalat hambaKu, ia menyempurnakan atau mengurangi. Jika shalat itu sempurna maka dicatatlah kesempurnaan baginya. Jika ia mempunyai shalat sunat maka Allah berfirman : “Sempurnakanlah bagi hambaKu akan fardhunya dari sunatnva”. Kemudian amal-amal itu diambil seperti itu. (Hadits ditakhrij oleh Abu Dawud).
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata : Rasululah saw. bersabda : “Tuhanku datang kepadaku dalam sebagus-bagus bentuk”. Ia berkata : “Saya menduga beliau sedang tidur”. Ia berkata : “Demikianlah dalam hadits”. Tuhanku berfirman : “Hai Muhammad, tahukah kamu dalam hal apakah Al Malaul a’la (kelompok yang sempurna) itu bertengkar?”.
Beliau bersabda : “Saya katakan “tidak”. Beliau bersabda : “Maka Dia meletakkan tanganNya diatas kedua belikatku, sehingga Aku dapati kesejukannya sampai kedua susuku”. Atau beliau bersabda : “Pada leherku, maka aku mengetahui apa yang dilangit dan di bumi”.
Dia berfirman : “Hai Muhammad, tahukah kamu dalam hal apakah Al Malaul a’la (kelompok yang sempurna) itu bertengkar ?” Saya menjawab: “Ya”. Dia berfirman : “Dalam penghapus, dalam penghapus yaitu diam di Masjid setelah shalat, berjalan kaki untuk jama’ah, menyempurnakan wudhu atas hal-hal yang tidak disenangi. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka ia hidup dengan baik, dan mati dengan baik, dan dalam kesalahan seperti hari dilahirkan oleh ibunya. Dia berfirman : “Hai Muhammad, apabila kamu telah shalat maka ucapkanlah :
‘ALLAAHUMMA AS ALUKA FI’LAL KHAIRATI WATARAL MUNKARAATI WAHUBBUL MASAA­KIINI WA IDZA ARADTA BI’IBAADIKA FITNATAN FAQBIDLNII ILAIKA GHAIRA MAFTUNIN”
(Wahai Allah, saya mohon kepadaMu perbuatan yang baik, meninggalkan kemungkaran, dan cinta pada orang-orang miskin. Apabila Engkau menghendaki fitnah pada hambaMu maka matikanlah saya olehMu tanpa-terfitnah”.
Beliau bersabda : “Untuk derajat itu adalah menyiarkan salam, memberi makanan, shalat malam di kala manusia sedang tidur. (Hadits ditakhirij oleh Tirmidzi).
Dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi saw., beliau bersabda : “Tuhanku datang kepadaku dalam, sebaik-baik bentuk dengan berfirman : “Wahai Muhammad”, Aku menjawab : “Kami perkenankan Engkau wahai Tuhanku,’ dan kebahagiaanMu”.
Dia berfirman : “Dalam hal apakah Al Malaul a’la (kelompok yang tinggi) itu bertengkar ? Aku menjawab : “Wahai Tuhanku, aku tidak tahu”. Lalu Dia meletakkan tanganNya di antara kedua tulang belikatku dan aku mendapatkan kesejukan di antara kedua susuku, lalu aku mengetahui apa yang di antara timur dan barat. Dia berfirman : “Hai Muhammad !”. Aku menjawab : “Aku perkenankan panggilanMu, wahai Tuhanku dan kebahagiaanMu”. Dia berfirman : “Dalam hal apakah kelompok vang tinggi itu bertengkar ?”. Aku menjawab : “Dalam derajat dan penghapus, yaitu melangkah kaki untuk jama’ah, menyempurnakan wudhu atas hal-hal yang tidak disenangi dan menanti shalat setelah melakukan shalat. Barangsiapa vang menjaga hal itu maka ia hidup dengan baik dan mati dengan baik, dan dosanya seperti hari dilahirkan oleh ibunya”. (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).
Dari Abdullah bin Amr yaitu Ibnu Ash ra., ia berkata : Kami shalat Maghrib bersama Rasulullah saw, orang yang pulang telah pulang dan masih duduklah orang yang berdo’a atau bermohon. Rasulullah saw. datang dengan segera dan nafas terengah-engah dan terbuka kedua lutut beliau seraya bersabda : “Bergembiralah, ini Tuhanmu telah membuka salah satu pintu langit, Dia bermegah-megahdengan kamu terhadap malaikat, seraya berfirman : “Lihatlah kepada menanti fardhu yang lain”. (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).


Referensi :

http://sabdaislam.wordpress.com/2009/12/12/45-yang-pertama-kali-dihisab-pada-hari-kiamat-adalah-shalat/

Site Search